Jumat, 22 September 2017

POLIGAMI DI MATAKU*


 

Bismillahirrahmanirahim

Semoga Allah senantiasa melindungi kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada baginda Rasulullah.

Beberapa tahun terakhir ini, media sosial mendekatkan kita dengan teman-teman lama. Selain untuk bersilaturahim, sarana komunikasi itu kerapkali diisi dengan guyonan dan candaan. Satu guyonan yang saya garisbawahi paling sering dilempar adalah mengenai isu poligami/isu menikah lagi bagi kalangan kami yang notabene rata-rata sudah menikah. Biasanya tidak ada pembahasan serius setelahnya.

Lantas, bagaimana kalau topik itu memang serius untuk dibahas?

Teruntuk teman-temanku yang berniat serius menempuh jalan ini, ijinkan saya, sebagai seorang teman menyampaikan isi hati.

Sebetulnya, jujur ... tidak mudah bagi saya untuk menyampaikan pendapat.

Di satu sisi, sebagai muslimah kami tidak mengingkari terbukanya pintu itu dalam syari’at -dengan syarat penyerta yang tentunya sudah seharusnya dipahami-. Namun, di sisi lain jika boleh memilih rasanya lebih suka kalau dihindarkan dari ujian yang satu ini. kami meragukan kemampuan diri untuk bisa menjalaninya.

Tetapi, ketika dalam satu titik perjalanan peluang itu ada di depan mata, -Maha Suci Allah dengan segala ujianNya- tentunya sang suami tahu bagaimana keadaan ma’mumnya saat ini. Ma’mum yang mempercayakan hati, lisan dan geraknya untuk dibimbing agar terjaga dari api neraka. Ma’mum yang percaya bahwa sang Imam tak mungkin mengajaknya untuk mengarungi bahtera yang tak sanggup ia tempuh. Ma’mum yang percaya bahwa imamnya tak mungkin meraih maslahat dengan mengambil resiko mafsadat yang lebih besar.

Seandainya saya boleh berharap, jikalau jalan itu memang akan ditempuh.. saya harap alasannya karena daruratnya situasi sehingga jalan itu menjadi satu-satunya solusi. Solusi untuk melindungi agama perempuan yang akan dinikahi –tidak adakah imam yang lain untuk ditawarkan padanya? Harus antumkah?- ; Solusi yang bisa membawa kebaikan yang lebih besar untuk agama antum, keluarga dan mungkin umat. Jika memang iya, saya yakin, ketika antum menyampaikan ini kepada istri, meskipun berat beliau akan bersama dengan antum untuk menempuh jalan itu.  

Tetapi, sekalipun situasinya tidak demikian (percayalah kami perempuan juga diuji untuk berpaling dari suaminya). Pesan saya “ketika antum memutuskan untuk menggenggam tangan yang lain, perkuatlah tangan yang selama ini bergandengan dengan antum. Jaga dia erat agar jangan sampai lepas. Kukuhkan hati dan pijakan kakinya”

Bismillah dan bertawakallah.
Jangan lupakan bahwa langkah antum juga dilihat siapapun yang menjadikan antum sebagai uswah.

Ingatlah bahwa Islam tidak hanya menetapkan hukum, tetapi juga menjunjung tinggi akhlak.
keputusan apapun yang antum ambil, semoga antum tidak pernah menyesalinya. PR umat masih banyak.

Selamat berjuang saudaraku. Semoga antum lulus dengan baik dalam ujian ini. Aamiin
Maafkan saya.
Akhir kata, Wallahu a’lam

Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

* Surat ini pada mulanya ditujukan untuk seorang teman yang meminta pendapat mengenai niatnya berpoligami.


Bandung, 22 September 2017

"R"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar