Bismillahirrahmanirahim
Semoga
Allah senantiasa melindungi kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada baginda Rasulullah.
Beberapa
tahun terakhir ini, media sosial mendekatkan kita dengan teman-teman lama.
Selain untuk bersilaturahim, sarana komunikasi itu kerapkali diisi dengan
guyonan dan candaan. Satu guyonan yang saya garisbawahi paling sering dilempar
adalah mengenai isu poligami/isu menikah lagi bagi kalangan kami yang notabene
rata-rata sudah menikah. Biasanya tidak ada pembahasan serius setelahnya.
Lantas,
bagaimana kalau topik itu memang serius untuk dibahas?
Teruntuk
teman-temanku yang berniat serius menempuh jalan ini, ijinkan saya, sebagai
seorang teman menyampaikan isi hati.
Sebetulnya,
jujur ... tidak mudah bagi saya untuk menyampaikan pendapat.
Di
satu sisi, sebagai muslimah kami tidak mengingkari terbukanya pintu itu dalam
syari’at -dengan syarat penyerta yang tentunya sudah seharusnya dipahami-.
Namun, di sisi lain jika boleh memilih rasanya lebih suka kalau dihindarkan
dari ujian yang satu ini. kami meragukan kemampuan diri untuk bisa
menjalaninya.
Tetapi,
ketika dalam satu titik perjalanan peluang itu ada di depan mata, -Maha Suci
Allah dengan segala ujianNya- tentunya sang suami tahu bagaimana keadaan
ma’mumnya saat ini. Ma’mum yang mempercayakan hati, lisan dan geraknya untuk
dibimbing agar terjaga dari api neraka. Ma’mum yang percaya bahwa sang Imam tak
mungkin mengajaknya untuk mengarungi bahtera yang tak sanggup ia tempuh. Ma’mum
yang percaya bahwa imamnya tak mungkin meraih maslahat dengan mengambil resiko
mafsadat yang lebih besar.
Seandainya
saya boleh berharap, jikalau jalan itu memang akan ditempuh.. saya harap
alasannya karena daruratnya situasi sehingga jalan itu menjadi satu-satunya
solusi. Solusi untuk melindungi agama perempuan yang akan dinikahi –tidak
adakah imam yang lain untuk ditawarkan padanya? Harus antumkah?- ; Solusi yang
bisa membawa kebaikan yang lebih besar untuk agama antum, keluarga dan mungkin umat.
Jika memang iya, saya yakin, ketika antum menyampaikan ini kepada istri, meskipun
berat beliau akan bersama dengan antum untuk menempuh jalan itu.
Tetapi,
sekalipun situasinya tidak demikian (percayalah kami perempuan juga diuji untuk
berpaling dari suaminya). Pesan saya “ketika antum memutuskan untuk menggenggam
tangan yang lain, perkuatlah tangan yang selama ini bergandengan dengan antum.
Jaga dia erat agar jangan sampai lepas. Kukuhkan hati dan pijakan kakinya”
Bismillah
dan bertawakallah.
Jangan
lupakan bahwa langkah antum juga dilihat siapapun yang menjadikan antum sebagai
uswah.
Ingatlah
bahwa Islam tidak hanya menetapkan hukum, tetapi juga menjunjung tinggi akhlak.
keputusan
apapun yang antum ambil, semoga antum tidak pernah menyesalinya. PR umat masih
banyak.
Selamat
berjuang saudaraku. Semoga antum lulus dengan baik dalam ujian ini. Aamiin
Maafkan
saya.
Akhir
kata, Wallahu a’lam
Wassalamu’alaikum
wa rahmatullah wa barakatuh.
* Surat ini pada mulanya ditujukan
untuk seorang teman yang meminta pendapat mengenai niatnya berpoligami.
Bandung, 22 September 2017
"R"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar