Senin, 07 Juni 2021

Pekan PAT anak2. hmmm

Hari ini, kak nuha dan teh hafiyya melaksanakan tes PAT tertulis. Sementara kak hilwa udah berlangsung dari pekan lalu. 
Setiap kali anak2 mau menjalani tes, saya suka ikutan tegang dag did dug gak karuan. Rasa khawatir menyelimuti begitu mereka nyantai2 saja di pekan yg harusnya bikin mrk lebih bersemangat membuka buku. Kadang2 saya berpikir kenapa harus sekhawatir itu? Apa karena takut mereka mendapat nilai kecil sehingga berdampak pd angka2 yg akan tampil d buku rapor atau khawatir mereka menjadi pribadi pemalas yg tidak terlalu peduli dg apa yg mereka jalani?
Kedua kekhawatiran itu jujur ada dua2nya meskipin kdng satu sama lain bergantian menjadi alasan nomor satu. 
Iya, saya khawatir mereka mendapat nilai kecil di rapor. Kekhawatiran yang semu sebetulnya. Sebab, angka2 itu hanyalah tampilan di mata manusia. Kadang2 ia mencerminkan mutu pemahaman anak2, kadang2 ... -dengan tuntutan kkm, persaingan dengan sekolah lain dalam ppdb- saya ragu bahwa itu mencerminkan kompetensi yg sesungguhnya. Kadang saya takut malah akhirnya menjebak mereka utk peduli pd penilaian di mata manusia. Biasanya setelah itu saya beristigfar dan mendampingi mereka utk belajar supaya tidak salah orientasi, meski ya kesibukan dg kerjaan saya sendiri seringkali membuat program ini tidak optimal. Pada akhirnya, dengan gaya khas ibu2 yg ada bawel2nya, saya memberi nasihat lebih tertuju pada kekhawatiran poin 2; bahwa seorang mu'min itu bukanlah pribadi pemalas. Bahwa jika mereka menginginkan utk mencapai surga, utk mencapai cita2 di masa depan ... Maka angka2 di rapor adalah salah satu ujiannya. Ujian untuk bisa komitmen melakukan sesuatu meskipun malas atau sulit. Ujian untuk menyelesaikan sesuatu sampai tuntas. Jika orang2 sukses secara duniawi saja mau berpayah2 untuk mencapai cita1 duniawi, apalah lagi kita yang menyatakan diri beriman yg punya cita2 masuk surga. Dunia adalah ujian kesungguhan, jadi kita tentu tak boleh berlalai2. Biasanya, setelah dibawrlin begitu mereka sadar. Tapi selnjutnya, ya begitulah. PR saya sebagai ibu untuk selalu bersabar mendampingi mereka. Mendampingi masa2 sekolah dg segudang problematikanya. 
Semoga saya bisa, semoga anak2 pada akhirnya mengerti bahwa hidup adalah perjuangan. Dan saya ingin mereka menunjukkan perjuangan ketika ulangan setidaknya utk melihat bahwa mereka punya ghirah utk menjalani kehidupan dg sebaik2nya. 

Selamat PAT anak2ku. Semoga Allah memudahkan urusn kalian. Aamiin


Love love love

Minggu, 06 Juni 2021

Pasca Ayah Wafat

23 agustus 2020 adalah hari yang kelam untuk kami sekeluarga. Pasalnya, pada hari itu ... Suami saya menjalani takdir akhirnya di alam fana ini. Ia dijemput oleh Malak Izrail saat saya berada di pangkuannya. Peristiwa yang kami imani, akhirnya terjadi juga. 
Sebagi seorang mu'min, saya dan anak2 alhamdulullah menerima ketentuan Allah ini meskipun tentu ada banyak hal yang berubah setelah kepergiannya. Suami yang sangat rajin berpartisipasi dlm pekerjaan2 rumah, yang selalu mendengarkan curhatan, yang satu2nya bisa saya ajak konyol2an akhirnya tiada. Seakan ada rongga kosong di dada saya. Saya kehilangan. Kami kehilangan. 
Namun, bukn hal2 itu yang terberat dijalani pasca kepergiannya. Lontaran2 pertanyaan dari de fatih tentang kenapa ayahnya gak bangun2, tentang dia yang ingin ayahnya kembali, tentang dia yang tidak mau ayahnya gak ada itulah yang seringkali membuat saya teriris luka. Namun kemudian saya berpikir, bahwa apa yang datang dari Allah pasti baik. Untuk saya yang kini menjadi single parent dan untuk anak2 saya yang kini menjadi yatim.
Kemudian saya tersadar bahwa suatu saat saya juga bisa "pulang" tanpa aba2...karena itu anak2 harus dipersiapkan sebaik mungkin. Bukan tentang harta atau materi, namun iman yang harus dikuatkan bahwa sejatinya Allahlah yang mengurus mereka. Bahwa hidup di dunia ini ada tujuannya. 
Alhamdulillah, anak2 mau diajak bekerja sama untuk ngaji Qur'an lagi ba'da magrib danmembaca sirah Nabi Muhammad SAW ba'da shubuh. Semoga usaha2 itu mendapat ridha Allah dan mereka kelak menjadi mu'min2 yang tangguh, aamiin.

Toek anak2ku, kalian pasti bisa sebab Allah Tahu kalian memang bisa

Mengubah Diri Sendiri

Dulu, 2017 berniat membuat target menulis sehari sekali dan gagal. Lanjut lagi tahun 2020 pasca sakit parah dan gagal juga. Trrnyata sesulit itu membuat sebuah komitmen untuk istiqamah. Kadang2 kesal pada diri sendiri, namun penyesalan tak bisa mengubah masa lalu. Jadi, menyerah saja? Entahlah. Kita lihat saja. Pelajaran pentingnya adalah bahwa "saat kita sampai pada kesimpulan bahwa mengubah kebiasaan diri itu tidak mudah, maka senaif apa kita hingga kita berharap orang lain berubah karena kita?" Siapa kita?
Pada akhirnya, kita hanyalah makhluk yang leman tanpa pertolongan Allah. Itulah mengapa penting sekali kita mengucapkan insyaallah sembari menyandarkan segala azzam pada-Nya